Kebaikan Ibu Berbalas Kasih Orang Lain

Ini tulisan kedua saya yang dimuat di Majalah Kartini. Kali kembali saya pos sesuai dengan tulisan asli saya. oleh redaksi, tulisan saya sudah diedit dan judulnya diubah menjadi Siapa yang Menanam Dialah Yang Menuai
Ibuku  adalah wanita yang aktif. Walaupun usianya sudah lebih dari 65 tahun, namun hal tersebut bukan halangan. Beliau sangat aktif di kegiatan lingkungan, baik kegiatan di kampung maupun di kegiatan agama. Dalam keadaan kurang sehat pun beliau masih menyempatkan diri aktif di kegiatan social.
Sehari-hari beliau adalah ibu rumah tangga yang juga mengurus ayahku yang sudah tua dan sakit-sakitan. Sementara aku dan adikku bekerja di luar kota. Otomatis, hanya ibuku yang mengurus ayahku karena kami tidak punya pembantu.
Ketika kondisi ayah sehat, Ibu meninggalkan ayah sendiri di rumah untuk mengikuti kegiatan sosial di luar kota. Namun, ketika kondisi ayah kurang sehat, Ibu hanya mengikuti kegiatan lingkungan, bahkan kadang-kadang Ibu memilih di rumah untuk menjaga ayah.
Ibuku juga sosok yang supel. Dia senang menyapa orang, baik yang sudah dikenal maupun belum dikenal. Ibu juga senang membantu orang lain, bahkan orang yang belum dikenalnya. Ibu juga tidak mengharapkan imbalan ketika menolong.
Suatu sore, ada seorang ibu muda yang menggendong anaknya. Ibu muda itu sedang mampir di warung makan milik tetangga kami. Anak ibu itu rewel, ingin minum susu. Kebetulan sang ibu membawa satu sachet susu, namun tidak ada air panas. Ibuku yang merasa kasihan membawa ibu muda itu ke rumah dan memberikan air panas persediaan kami.
Ibuku juga senang membantu orang-orang yang dikenalnya. Ibuku yang dulu berprofesi bidan senang bila diminta tolong mengukur tekanan darah, membersihkan luka, maupun memandikan bayi yang baru lahir. Ibu sama sekali tidak mengharapkan imbalan.
Karena keaktifan dan kebaikannya itulah, Ibu banyak disukai orang lain. Sebagai balasannya, ada saja tetangga yang datang kepada kami, sekedar berkunjung dan tak sedikit yang membawa oleh-oleh. Bila yang memberi adalah orang yang mampu, Ibu menerima dengan senang hati. Namun, bila yang memberi adalah orang yang tidak mampu, maka Ibu akan menolak.
 Kebaikan Ibu terbalas ketika Ayah sakit dan harus opname di rumah sakit. Keluarga kami bukanlah keluarga dengan perekonomian berlebih, namun, ada saja yang memberi sehingga kami bisa membayar biaya rumah sakit.
Begitu pula ketika ayah harus operasi gangguan prostat. Saat itu, aku dan adikku masih kuliah. Ibu harus bolak-balik ke rumah sakit menjaga ayah. Namun, lagi-lagi Tuhan membalas kebaikan Ibu. Ada saja orang yang datang menjenguk dan mnyumbang sehingga kami mampu membayar biaya rumah sakit. Bahkan ada sisa uang untuk biaya kontrol.
Tahun lalu, giliran Ibu yang opname karena tekanan darah tinggi. Ibu yang biasanya aktif di kegiatan harus istirahat di Rumah Sakit. Untuk biaya pengobatan, kami sempat meminjam tetangga. Namun, berkat kuasa Tuhan, tetangga kami itu membebaskan supaya kami tidak perlu membayar uang pinjaman itu.
Ketika di rumah sakit maupun ketika Ibu sudah pulang ke rumah, banyak tetangga maupun dari tempat ibadah yang datang menjenguk Ibu. Padahal, Ibu berpesan supaya aku tidak member tahu tetangga. Ibu merasa sungkan karena sering merepotkan orang banyak.
Tetangga yang datang menengok pun juga memberikan bantuan untuk biaya pengobatan. Namun, lagi-lagi Ibu merasa sungkan dan menolak pemberian tetangga. Rejeki memang tidak kemana. Karena tetangga tetap memaksa Ibu menerima bantuan mereka, Ibu pun akhirnya luluh.
Setelah sembuh, Ibu kembali aktif di kegiatan sosialnya. Ibu merasa memiliki banyak hutang sehingga beliau senantiasa ikhlas membantu sesama. Aku berharap bisa seperti Ibu yag selalu ikhlas membantu banyak orang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senam Bebas Sakit Punggung

Cerita Bertemu Jodoh

Alvin Aribowo Lee