Dahsyat Kuasa Tuhan
Ini adalah kisah Theresia Evy Christina yang mengalami mujizat luar biasa dalam hidupnya. Dimuat di Majalah Hidup, tulisan di blog ini saya postkan sesuai tulisan asli saya.
Dia pernah dianggap
wanita tidak berharga karena tidak mampu member keturunan. Rumah tangganya pernah
gagal. Masa lalunya pahit. Namun, kini Theresia Evy Christina menjadi seorang istri,
ibu, dan konselor bagi penderita luka batin.
Hari-hari Theresia Evy Christina bisa dikatakan sangat sibuk. Setiap pagi hingga siang hari, dia bersama suaminya mengelola pet shop yang merupakan cabang dari pet shop keluarga. Dia juga merawat sendiri putranya yang masih berusia Sembilan bulan.
Sore hari sering digunakan oleh Evy,suami,
dan putranya untuk kegiatan
pelayanan di persekutuan
doa (PD) dengan berbagi kesaksian hidupnya bersamaTuhan. Evy mengaku tidak pernah
bosan bila bercerita pengalaman hidupnya bersamaTuhan.Sesekali, Evy berkeliling
kotaTegal, Purworejo, Purwokerto, Semarang, Solo, dan beberapa kota lain untuk menjadi
pengajar di Sekolah Evangelisasi Pribadi (SEP).
Jiwa sosialnya sudah
tampak dari kecil.Evy yang saat berusia lima tahun sudah pandai baca tulis sering
mengajari ART yang berkerja di rumahnya membaca dan menulis. Ketertarikannya terhadap
Bahasa Inggris dimulai sejak SD karena dia sering
diajari Bahasa Inggris oleh kakaknya yang sudah SMP.
Hal itu yang kemudian mendorongnya kursus Bahasa
Inggris. Dia juga memberi kursus privat sejak SMA, kemudian
melanjutkan kuliah Pendidikan Bahasa Inggris.
Jiwa sosialnya berlanjut
hingga kini.Alumni Fakultas Pendidikan Universitas Sanata Dharma jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris itu juga rajin menjadi konselor di
Seminar Penyembuhan Luka Batin (SPLB) yang diadakan oleh Persekutuan Doa di beberapa kota. Evy pribadi yang grapyak dan ceria.Namun, wanita dengan segudang
keaktifan ini pernah mengalami masa pahit dalam hidupnya.
WanitaTidak Berharga
Lulus dari FKIP
USD, Evy bekerja selama dua tahun sebagaidosenhonorer di Universitas Kristen
Maranatha, Bandung.Tahun 2000, Evy pulang ke Jogja. Dia menikah dengan seorang pria
Katolik sambil membantu usaha pet shop milik
kedua orang tuanya. Lama menikah, Evy tak juga mengandung.
Evy mengalami tekanan selama tahun-tahun pernikahan. Suaminya anak laki-laki satu-satunya di
keluarga tersebut.Pernikahannya terpaksa berakhir tahun 2007 karena suami dan
keluarganya menganggap Evy sebagai wanita tidak berharga yang tidak bisa memberikan keturunan.
Bertemu Pasangan Hidup
Selama proses
tribunal yang memakan waktu bertahun-tahun, Evy kembali ke kesibukannya melayani
yang sempat vakum. Pelayanannya dimulai sejak
tahun 1991 sejak dia ikut Retret Hidup Baru dalam Roh Kudus. Pelayanannya sempat
terhenti karena sang suami tidak memberikan ijin. Sukacita yang telah lama
hilang muncul kembali saat dia kembali melayani.
Suatu ketika di
tahun 2010 saat hadir PD Bunda Maria, Gereja Fransiskus
Xaverius, Kidul Loji, Yogyakarta, Evy bertemu dengan
seorang pria muda yang dating ke PD itu. Evy
heran karena PD itu berisi
bapak-bapak dan ibu-ibu yang sudahsepuh.
Evy yang menjalankan amanat mendiang ayahnya untuk tetap menjaga PD bagi kaum kecil
itu setia dating ke PD.
Pria itu bernama
Henry Setiawan. Henry yang saat itu masih single membuat Evy menjodoh-jodohkan
Henry dengan teman-temannya yang juga masih single.Tapi,
Henry justru melakukan pendekatan terhadap Evy. Melihat Henry
pria yang baik, Evy bersedia menjalin hubungan. Tidak seperti pasangan lain yang sering hang out, Henry hanya selalu mengajak ngobrol di rumah. “Waktu itu saya mikir,
ini orang kok hemat banget. Sampai akhirnya saya tahu dia melakukan
hal itu untuk mengetahui apakah kami memiliki visi hidup yang
sama,” katanya.
Henry dan keluarganya
yang bisa menerima kondisi Evy berniat melamar Evy. Saat itu,
proses tribunal Evy belum selesai. Evy sempat bilang kepada Henry, bila
tribunal tak kunjung selesai, sebaiknya Henry mencariwanita lain. Namun, Henry kekeuh, merasa Evy adalah wanita yang
dikirimTuhan. BerkatkuasaTuhan, proses tribunal Evy selesai. Mereka menikah padaJanuari
2012.
Walaupun sadar Evy
susah memiliki anak karena kelainan polycystic
ovary syndrome (PCO), mereka tetap berusaha. Salah satunya dengan mencoba bayi
tabung. Karena masih menjadi polemik, Evydan Henry juga konsultasi kepada Romo.
Henry awalnya tidak setuju karena bayi tabung artinya berpotensi membuang sel telur yang hidup namun tidak sempurna. Setelah
melalui pergumulan, mereka memutuskan tetap mencoba
bayi tabung namun tidak membuang sel yang tidaksempurna. Semua embrio yang jadi
ditanam di dalam rahim, tanpa terkecuali.
Evy menjalani
proses itu di salah satu rumah sakit di Kuala Lumpur, Malaysia. Selama proses,
Evy yakin dan optimis, bahwa proses itu akanberjalan lancer dan berhasil. Evy sempat
ketakutan karena mendengar cerita bahwa proses itu sangat menyakitkan. Namun,
Evy sama sekali tidak mengalami hal tersebut.
Di tengah keoptimisan
itu, Evy harus mengalami cobaan karena bayi tabung itu gagal. Evy dan keluarganya
sangat sedih. “Saya selalu berdoa kepada Tuhan, Fiat VoluntasTua, Terjadilah kepadaku menurut kehendak-Mu. Saya percaya
bahwa ini adalah kehendak Tuhan,” katanya.
Kegagalan itu akiba
tembrio gagal menempel di rahim karena saat itu Evy sudah hampir berusia
40 tahun. Namun, masih ada yang membesarkan hati mereka yaitu ketika dokter mengatakan
bahwa masih ada harapan dengan mukjizat.
Dua tahun sejak kegagalan
bayi tabung, Henry mengusulkan untuk adopsi anak. Evy belum mau karena dia tidak
yakin mampu merawat anak yang memiliki luka batin karena ditinggalkan orang
tuanya. Namun, Henry terus meyakinkan bahwa Evy mampu merawat karena Evy terbiasa
berhadapan dengan orang yang menderita luka batin.
Henry terus mendorong
Evy yang saat itu sudah berusia 42 tahun. Oktober 2015,Evy dan suaminya sudah menyiapkan
segala sesuatunya untuk adopsi anak. Evy merasakan perubahan pada fisiknya, mudah lelah, mual, dan meriang. Awalnya Evy mengira ia masuk angin karena kelelahan dengan jadwal pelayanannya yang
padat, setelah
browsing dan mengetahui bahwa itu adalah tanda-tanda kehamilan, Evy mencoba cek
dengan test pack dan ternyata hasilnya
positif. Saat diperiksakan ke
dokter, ternyata usia kandungan Evy saat itu
sudah delapan minggu.
Evy dan keluarganya
tak henti-hentinya bersyukur. Mukjizat dan belas kasihan Tuhan
membuat yang tak mungkin menjadi mungkin. Pada 26 Mei
2016 lalu, di usia 43 tahun, Evy melahirkan Gregorius Evan Reinhart
Hartono. Prosesnya berjalan lancar, tidak seperti yang
dikhawatirkan banyak orang. Kondisi Evy dan Evan juga selalu sehat.
Komentar
Posting Komentar