Alvin Aribowo Lee


Perjuangan Sang Penggagas Wonosobo Costum Carnival

Tulisan ini berkisah tentang  Alvin Aribowo Lee, desainer asal Kabupaten Wonosobo yang namanya juga berkibar di Jawa Tengah. Tulisan tersebut pernah dimuat di Majalah Hidup Katolik. Untuk blog, saya post tulisan asli yang belum mengalami pengeditan.


Semasa duduk di bangku SD, Alvin gemar membaca komik dan menggambar. Sepulang sekolah, dia menyempatkan diri mampir di sebuah persewaan komik untuk nongkrong dan menyewa komik. Alvin yang gemar menggambar sering menggambar tokoh-tokoh komik seperti Sailor Moon dan Dragon Ball.
Lulus dari SMP Negeri I Wonosobo, Alvin melanjutkan pendidikan di SMK Negeri I Wonosobo. Pendidikan Alvin di SMK ini tidak sampai selesai, bahkan hanya berjalan enam bulan. Alvin pun kemudian putus sekolah.
Masalah bermula ketika masa reformasi tahun 1998. Ibunya yang memiliki kios di pasar harus menelan pil pahit karena kiosnya terbakar. Otomatis, karena pemasukan hanya dari usaha ibunya, perekonomian keluarga Alvin turun drastis. Sementara, ayahnya yang bekerja sebagai petugas tata usaha di SMK Negeri I Wonosobo harus menghidupi kedua istri dan kesembilan anak dari kedua istrinya.
Melihat kondisi itu, Sang ibu berpesan supaya Alvin melanjutkan pendidikan di SMK supaya bisa langsung kerja karena tidak ada biaya untuk kuliah. Karena sang ayah bekerja di SMK Negeri I, Alvin pun masuk ke SMK itu.
Namun, kondisi perekonomian yang belum baik membuat Alvin harus menunggak biaya SPP. Karena tak mau menanggung malu dan demi menjaga harga diri ayahnya, Alvin pun mengundurkan diri. Saat itu sang ayah belum tahu bila Alvin mengundurkan diri. Setelah sang ayah tahu, ayahnya pun meminta pensiun dini yang Alvin tidak tahu alasannya.
Setelah mengundurkan diri, Alvin menganggur selama enam bulan. Selama itu dia tidak pulang ke rumahnya, tetapi berusaha mencari pekerjaan. “Waktu itu saya mikir, saya ini sudah putus sekolah, mau ngapain lagi. Mending kerja saja,” katanya, mengenang.
Namun, jalan hidup tidak menginginkan Alvin untuk putus sekolah. Ibunya menanyakan, maukah Alvin sekolah lagi di SMK Pius X Magelang. Melihat bakat menggambar putranya, sang Ibu mendorongnya untuk masuk di jurusan desain. Mendapat tawaran dari ibunya, Alvin dengan senang hati menerima.
Saat masuk ke SMK itu, Alvin masuk ke jurusan tata busana berdasarkan hasil tes bakat dan minat. Saat itu Alvin berpikir untuk menggambar pola pakaian saja, bukan menjahit karena bagi dia menjahit itu rumit. Namun, seorang gurunya, Brigita Rismiasih terus mendorongnya untuk bisa menjahit. Guru yang juga menjadi teman curhat Alvin itu bilang,”Kemampuan kamu sudah bagus. Eman-eman kalau kamu hanya belajar di sekolah, lebih baik kamu juga cari sambilan.”
Dari lowongan pekerjaan yang ditempel di majalah dinding sekolahnya, Alvin pun melamar ke seorang desainer bernama Jonathan Titi Santoso.  Alvin jujur kepada Jonathan bahwa dia masih sekolah, belum banyak menguasai mengenai tata busana. Namun, Jonathan dengan senang hati menerima Alvin.
Pertengahan kelas I SMK Alvin mulai bekerja sepulang sekolah hingga pukul  20.00. karena diperlakukan seperti pegawai lainnya, Alvin juga harus lembur bila pekerjaan menumpuk. Akibatnya, Alvin sering bangun kesiangan dan terlambat ke sekolah.Seringkali Alvin baru sampai sekolah pukul 08.00 atau 09.00. Alvin baru bisa masuk kelas setelah mengepel dan membersihkan WC.
Jonathan sempat menyarankan bila Alvin tidak mampu lebih baik tidak usah bekerja. Namun, Alvin sadar karena tidak ada biaya Alvin pun tetap melanjutkan kerja di tempat itu. Dengan gaji Rp 165.000 per bulan, Alvin bisa membayar kos, makan, dan tidak banyak minta uang ke orang tua.
Tahun kedua bekerja, gaji Alvin naik menjadi Rp 300.000.  Jonathan pun mengajak Alvin tidur di rumahnya sehingga Alvin tidak perlu keluar biaya kos dan makan. Selama bekerja, kemampuan Alvin bertambah sehingga dia bisa membantu teman-temannya di sekolah yang belum mampu.
Ketika kelas 2 SMK, Alvin diajukan mengikuti perlombaan keterampilan siswa tingkat propinsi dan meraih juara pertama. Saat duduk di kelas 3 SMK, Jonathan menyarankan supaya Alvin konsentrasi sekolah namun tetap bisa tinggal di rumah Jonathan dan Jonathan masih membiayai sekolah Alvin.
Lulus SMK, Alvin melamar kembali kepada Jonathan namun Jonathan menyarankan supaya Alvin bekerja di Jakarta. Alvin pun bekerja di De San Bridal selama enam bulan. Setelah ilmunya bertambah, Alvin kembali kepada Jonathan.
Jonathan menantang Alvin untuk membuat tujuh gaun pengantin dengan desain berbeda dan Alvin mampu membuatnya. Namun, Jonathan mengusir Alvin pulang ke Wonosobo. Bahkan Jonathan melempar koper barang-barang Alvin dan mengantarnya ke rumah.
Alvin sempat menangis melihat perlakukan Jonathan. Namun, kemudian dia  sadar bahwa Jonathan mendorongnya untuk usaha sendiri. Berbekal pengalaman bekerja, Alvin pun mulai membuka usaha jahitan di rumah ibunya.
Selama menjahit, Alvin sering keteteran karena tidak ada yang membantu. Selain itu, Alvin tidak pernah belajar manajemen karena selama ini dia hanya bekerja. Alvin pun jenuh dan dia melamar bekerja sebagai fotografer.
Suatu ketika, Jonathan memanggilnya dan menawarinya melanjutkan usaha miliknya. Namun, Alvin menolak dan ingin menjadi karyawan saja. Jonathan mengaku saat itu sudah tidak mampu karena menderita sakit, namun Alvin tetap menolak.
Jonathan tutup usia di tahun 2008. Keluarga Jonathan sempat meminta Alvin melanjutkan usaha, namun Alvin tetap menolak. Alvin kemudian pulang ke Wonosobo .
Selama di Wonosobo, Alvin mengikuti Plaza Senayan Palm Award  dan meraih juara kedua. Pemenang kompetisi itu mendapat hadiah beasiswa di La Salle College Jakarta dan juga uang saku selama satu tahun. Karena terbiasa bekerja dan jam kuliah hanya dua jam perhari, Alvin pun bekerja bersama desainer terkenal Harry Darsono. Disana dia belajar mengenai kostum dan itulah awal ketertarikan Alvin terhadap kostum.

Menggagas Wonosobo Costum Carnival

Costum Carnival dimulai di Jember dan tahun ini memasuki tahun ke-12. Selanjutnya, Solo dan Salatiga juga mengadaptasi konsep serupa. Melihat costum carnival ada di beberapa kota, Alvin pun menggagas untuk kota kelahirannya.
Tahun 2010, dia mengajukan proposal dan langsung diterima oleh mantan bupati Wonosobo H. Kloliq Arif. WCC tahun pertama mengambil tema Masquirade in Recycle. Karena warga Wonosobo belum banyak yang paham, maka Alvin membuat sendiri kostum untuk karnaval itu.
Tahun 2011, Alvin mulai melatih masyarakat yang memiliki jiwa seni untuk membuat kostum. Dia mengajak waria-waria di Wonosobo untuk ikut serta supaya citra dan nama salon mereka terangkat. WCC mendapat respon positif dari warga Wonosobo dan selajutnya WCC menjadi agenda tahunan.
Saat ini kostum Carnival juga merambah kota-kota lain. Setiap kota mengirimkan wakilnya untuk berkompetisi. Begitu pula di perayaan WCC kelima 24 Juli lalu, semakin banyak peserta yang ikut serta. Bukan hanya dari Wonosobo, namun kota-kota tetangga seperti Parakan dan Kebumen juga ikut memeriahkan WCC.

Ada beberapa pelajaran berharga yang bisa saya ambil dari kisah ini yaitu
1. Putus sekolah bukan berarti dunia runtuh karena masih ada jalan untuk melanjutkan sekolah bahkan bisa meraih kesuksesan.
2. Menjadi ikan kecil di kolam besar tidak selamanya buruk karena bisa jadi di situlah rejeki kita. Bekerja tidak harus di kota besar atau perusahaan ternama. Buka usaha sendiri walaupun di kota kecil juga bisa mendatangkan rejeki dan kesuksesan.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senam Bebas Sakit Punggung

Cerita Bertemu Jodoh